LAPORAN
PRAKTIKUM
FISIOLOGI
TANAMAN
ACARA I : FISIOLOGI
BENIH TERHADAP KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN
DOSEN
PENGAMPU : Dr. ISMED INONU, M.Si &
NYAYU SITI KHODIJAH, S.P., M.Si
DOSEN
PRAKTIKUM : INDRA FERIYANTO, S.P
DISUSUN OLEH
NAMA : Ridwan
Diaguna
NIM : 2011011005
JURUSAN :AGROTEKNOLOGI
JURUSUAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN BIOLOGI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
TAHUN AKADEMIK 2011/2012
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Untuk dapat tumbuh dan berkembamg dengan baik, suatu tanaman tidak dapat
terlepas dari sifat genetiknya dan faktor lingkungan dimana tanaman itu tumbuh.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
dibedakan atas lingkungan biotik dan abiotik. Pada prinsipnya lingkungan
abiotik dapat dibagi atas beberapa faktor, yaitu : suhu, air, cahaya, tanah dan
atmosfir (Ismal, 1979).
Di Bumi diperkirakan terdapat 1,3 – 1,4 milyar km3 air; 97,5% berasal dari
laut, 1,75% berbentuk es (salju) di kutub dan puncak gunung, 0,73% di daratan
sebagai sungai, danau, air tanah, rawa dan lain sebagainya, dan 0,001%
berbentuk uap air yang terapung di udara (Jumin, 1988).
Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat
penting. Tanaman tidak akan dapat hidup tanpa air, karena air adalah matrik dari
kehidupan, bahkan makhluk lain akan punah tanpa air. Kramer menjelaskan tentang
betapa pentingnya air bagi tumbuh-tumbuyhan; yakni air merupakan bagian dari
protoplasma (85-90% dari berat keseluruhan bahagian hijau tumbuh-tumbuhan
(jaringan yang sedang tumbuh) adalah air. Selnjutnmya dikatakan bahwa air
merupakan reagen yang penting dalam proses-proses fotosintesa dan dalam
proses-proses hidrolik. Disamping itu juga merupakan pelarut dari garam-garam,
gas-gas dan material-material yang bergerak kedalam tumbuhtumbuhan, melalui
dinding sel dan jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan
sel, stabilitas bentuk daun, proses membuk dan menutupnya stomata, kelangsungan
gerak struktur tumbuh-tumbuhan (Ismal, 1979).
Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis,
sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang
terusmenerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan
pada gilirannya tanaman akan mati.Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam hubungannya dengan tipe dan
perkembangannya, kadar air tanah dan kondisi cuaca (Fitter dan Hay, 1981).
Salah satu cabang penting fisiologi
lingkungan mempelajari cara tumbuhan dan hewan menanggapi kondisi lingkungan
yang sangat menyimpang dari kondisi optimal bagi organisme tertentu, atau,
dalam pengertian yang lebih luas, bagi organisme pada umumnya. Sebagai salah
satu bagian dari ekofisiologi, bidang ini dinamakan fisiologi cekaman, dapat
membantu kita memahami apa saja yang membatasi sebaran tumbuhan. Namun,
sebagian besar penelitian dilapangan meneliti pengaruh buruk kondisi lingkungan
yang tidak menguntungkan terhadap hasil pertanian. Salah satu tantangan pertama
ialah mendefinisikan kata cekaman (Salisbury dan Ross, 1995).
1.2. Tujuan
Mempelajari tanggapan fisiologi benih
terhadap kondisi cekaman kekeringan saat perkecambahan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media
tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor
tersebut. Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat
mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi
tidak dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi (Islami dan
Utomo, 1995).
Kehilangan air dari tanaman oleh transpirasi merupakan suatu akibat yang
tidak dapat dielakkan dari keperluan membuka dan menutupnya stomata untuk
masuknya CO2 dan kehilangan air melalui transpirasi lebih besar
melalui stomata daripada melalui kutikula (Yoshida, 1981).
Indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan tajuk, sangat peka
terhadap cekaman air, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan
perluasan daun, peningkatan penuaan dan perontokan daun, atau keduanya.
Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman air daripada penutupan stomata.
Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan penuaan daun akibat cekaman air
cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah, yang paling kurang aktif
dalam fotosintesa dan dalam penyediaan asimilat, sehingga kecil pengaruhnya
terhadap hasil (Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Martin, Tenorio dan Ayerbe (1994) menjelaskan bahwa cekaman air yang
terjadi pada paruh kedua dari siklus hidup tanaman ercis mengakibatkan
penurunan nilai LAI (leaf area index) setelah pembungaan. Hal ini menyebabkan
rendahnya hasil biji ercis bila dibandingkan dengan hasil pada musim tanam
sebelumnya, dimana curah hujan selama paruh pertama siklus hidupnya lebih
besar. Kekurangan air dapat menghambat laju fotosintesa, karena turgiditas sel
penjaga stomata akan menurun. Hal ini menyebabkan stomata menutup (Lakitan,
1995). Penutupan stomata pada kebanyakan spesies akibat kekurangan air pada
daun akan mengurangi laju penyerapan CO2 pada waktu yang sama dan
pada akhirnya akan mengurangi laju fotosintesa (Goldsworthy dan Fisher, 1995).
Disamping itu penutupan stomata merupakan faktor yang sangat penting dalam
perlindungan mesophyta terhadap cekaman air yang berat (Fitter dan Hay, 1994).
Waktu antara penyebaran benih dan pemasakan dapat diperpendek atau
diperpenjang tergantung pada intensitas dan waktu terjadinya cekaman air. Hasil
penelitian Turk dan Hal pada tahun 1980 dan Lawn tahun 1982 menunjukkan bahwa
kacang tunggak berbunga dan masak lebih awal dibawah tingkat cekaman air
sedang, tetapi cekaman air yang berat menunda aktivitas reproduktif
(Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Kedalaman perakaran sangat berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap.
Pada umumnya tanaman dengan pengairan yang baik mempunyai sistem perakaran yang
lebih panjang daripada tanaman yang tumbuh pada tempat yang kering. Rendahnya
kadar air tanah akan menurunkan perpanjangan akar, kedalaman penetrasi dan
diameter akar (Islami dan Utomo, 1995).
Peningkatan pertumbuhan akar di bawah kondisi cekaman air ringan sampai
sedang mungkin sangat penting dalam menyadap persediaan air baru bagi suatu
tanaman.Hasil penelitian Nour dan Weibel tahun 1978 menunjukkan bahwa
kultivarkultivar sorghum yang lebih tahan terhadap kekeringan, mempunyai
perkaran yang lebih banyak, volume akar lebih besar dan nisbah akar tajuk lebih
tinggi daripada lini-lini yang rentan kekeringan (Goldsworthy dan Fisher,
1992).
Hasil penelitian Martin, Tenorio dan Ayerbe (1994) menunjukkan bahwa
perakaran tanaman ercis yang mengalami cekaman air pada paruh kedua dari siklus
hidupnya tidak dapat menjelajahi keseluruhan lapisan tanah pada kedalaman 45 –
75 cm. Dengan kata lain tanaman ercis tidak dapat mengekstrak air di bawah
kedalaman 70 cm. Hasil tanaman adalah fungsi dari pertumbuhan. Oleh karena itu
sebagai akibat lebih lanjut cekaman air akan menurunkan hasil tanaman, dan
bahkantanaman gagal membentuk hasil. Jika cekaman air terjadi pada intensitas
yang tinggi dan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan tanaman mati (Islami
dan Utomo, 1995).
Tanggap pertumbuhan dan hasil tanaman terhadap cekaman air tergantung fase
pertumbuhan saat cekaman air tersebut terjadi. Jika cekaman air terjadi pada
fese pertumbuhan vegetatif yang cepat, pengaruhnya akan lebih merugikan
dibandingkan dengan jika cekaman air terjadi pada fese pertumbuhan lainnya.
Proses-proses fisiologi yng mengakibatkan perubahan hasil karena cekaman air,
digambarkan oleh Hsio dkk. tahun 1976 seperti pada gambar berikut (Islami dan
Utomo, 1995).
A.
Respon Terhadap
Cekaman Kekeringan
Cekaman kekeringan
pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan
permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi
melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman
dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah
(Lakitan, 1996). Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila
mengalami cekaman kekeringan. Staff Lab Ilmu Tanaman (2008) mengemukakan bahwa
cekaman kekeringan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu:
a. Cekaman ringan
:jika potensial air daun menurun 0.1 Mpa atau kandungan air nisbi menurun 8 –
10 %
b. Cekaman sedang:
jika potensial air daun menurun 1.2 s/d 1.5 Mpa atau kandungan air nisbi
menurun 10 – 20 %
c. Cekaman berat:
jika potensial air daun menurun >1.5 Mpa atau kandungan air nisbi menurun
> 20%
Lebih lanjut Staff
Lab Ilmu Tanaman mengemukakan bahwa apabila tanaman kehilangan lebih dari
separoh air jaringannya dapat dikatakan bahwa tanaman mengalami kekeringan.
Kekurangan air akan
mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan
terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan
perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan
mati (Haryati, 2008). Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh
tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman.
Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat
seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel
menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut
pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju
fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi
aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan ekspresi (Sinaga, 2008).
Tumbuhan merespon
kekurangan air dengan mengurangi laju transpirasi untuk penghematan air.
Terjadinya kekurangan air pada daun akan menyebabkan sel-sel penjaga kehilangan
turgornya. Suatu mekanisme control tunggal yang memperlambat transpirasi dengan
cara menutup stomata. Kekurangan air juga merangsang peningkatan sintesis dan
pembebasan asam absisat dari sel-sel mesofil daun. Hormon ini membantu
mempertahankan stomata tetap tertutup dengan cara bekerja pada membrane sel
penjaga. Daun juga berespon terhadap kekurangan air dengan cara lain. Karena
pembesaran sel adalah suatu proses yang tergantung pada turgor, maka kekurangan
air akan menghambat pertumbuhan daun muda. Respon ini meminimumkan kehilangan
air melalui transpirasi dengan cara memperlambat peningkatan luas permukaan
daun. Ketika daun dari kebanyakan rumput dan kebanyakan tumbuhan lain layu
akibat kekurangan air, mereka akan menggulung menjadi suatu bentuk yang dapat mengurangi
transpirasi dengan cara memaparkan sedikit saja permukaan daun ke matahari
(Campbell, 2003).
Kedalaman perakaran
sangat berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap. Pada umumnya tanaman
dengan pengairan yang baik mempunyai sistem perakaran yang lebih panjang
daripada tanaman yang tumbuh pada tempat yang kering. Rendahnya kadar air tanah
akan menurunkan perpanjangan akar, kedalaman penetrasi dan diameter akar
(Haryati, 2006). Hasil penelitian Nour dan Weibel tahun 1978 menunjukkan bahwa
kultivarkultivar sorghum yang lebih tahan terhadap kekeringan, mempunyai
perkaran yang lebih banyak, volume akar lebih besar dan nisbah akar tajuk lebih
tinggi daripada lini-lini yang rentan kekeringan (Goldsworthy dan Fisher, dalam
Haryati, 2006).
Senyawa biokimia yang
dihasilkan tanaman sebagai respon terhadap kekeringan dan berperan dalam
penyesuaian osmotik bervariasi, antara lain gula-gula, asam amino, dan senyawa
terlarut yang kompatibel. Senyawa osmotik yang banyak dipelajari pada toleransi
tanaman terhadap kekeringan antara lain prolin, asam absisik, protein dehidrin,
total gula, pati, sorbitol, vitamin C, asam organik, aspargin, glisin-betain,
serta superoksida dismutase dan K+ yang bertujuan untuk menurunkan potensial
osmotik sel tanpa membatasi fungsi enzim (Sinaga, 2008).
III.
METODE
3.1. Bahan
1.
Benih jagung manis
2.
Benih kedelai
3.
PEG 6000
4.
Air destilata
3.2. Alat
1.
Kertas saring
2.
Kertas merang
3.
Plastik bening
4.
Gunting
5.
Timbangan digital
6.
Germinator
3.3. Metodelogi
Praktikum dilaksanakan menggunakan
rancangan acak lengkap didalam laboratorim. Perlakuan yang diberikan pada benih
yaitu penanaman benih pada media yang telah dibasahi air destilata dan
konsentrasi PEG terdiri atas : 5%, 10%, 15% dan 20 % setara dengan potensial
air - 0,03, - 0,19, - 0,41 dan - 0,67 Mpa.
3.4.
Cara Kerja
1.
Pengujian perkecambahan dilakukan
dengan 25 benih untuk tiap jenis benih tanaman dan perlakuan.
2.
Benih dari setiap genotipe kedelai
yang diuji dikecambahkan dalam media kertas saring yang dibasahi dengan larutan
PEG dan air steril sesuai perlakuan.
3.
Tanam atau susun benih jagung
manis dan kedelai masing – masing pada lapisan plastik, kertas merang dan
kertas saring.
4.
Gulung media pengecambahan
tersebut, susun dalam bak plastik dan letakkan didalam germinator.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Hari
|
Konsentrasi PEG (Ppm)
|
Jenis Tanaman Atau Benih
|
Persentase Perkecambahan (%)
|
Berta Benih Yang Belum Berkecambah (Gram)
|
Panjang Radikula (Cm)
|
Berat Segar Kecambah
|
1
|
0
|
Jagung
|
0
|
0,248
|
-
|
-
|
Kacang
Tanah
|
0
|
0,664
|
-
|
-
|
||
5
|
Jagung
|
0
|
0,268
|
-
|
-
|
|
Kacang
Tanah
|
0
|
0,58
|
-
|
-
|
||
10
|
Jagung
|
0
|
0,24
|
-
|
-
|
|
Kacang
Tanah
|
0
|
0,528
|
-
|
-
|
||
15
|
Jagung
|
0
|
0,268
|
-
|
-
|
|
Kacang
Tanah
|
0
|
0,66
|
-
|
-
|
||
20
|
Jagung
|
0
|
0,26
|
-
|
-
|
|
Kacang
Tanah
|
0
|
0,692
|
-
|
-
|
||
2
|
0
|
Jagung
|
0
|
0,248
|
-
|
-
|
Kacang
Tanah
|
0
|
0,664
|
-
|
-
|
||
5
|
Jagung
|
0
|
0,268
|
-
|
-
|
|
Kacang
Tanah
|
0
|
0,58
|
-
|
-
|
||
10
|
Jagung
|
0
|
0,24
|
-
|
-
|
|
Kacang
Tanah
|
0
|
0,528
|
-
|
-
|
||
15
|
Jagung
|
0
|
0,268
|
-
|
-
|
|
Kacang
Tanah
|
0
|
0,66
|
-
|
-
|
||
20
|
Jagung
|
0
|
0,26
|
-
|
-
|
|
Kacang
Tanah
|
0
|
0,692
|
-
|
-
|
||
3
|
0
|
Jagung
|
0
|
0,248
|
-
|
-
|
Kacang
Tanah
|
0
|
0,664
|
-
|
-
|
||
5
|
Jagung
|
0
|
0,268
|
-
|
-
|
|
Kacang
Tanah
|
0
|
0,58
|
-
|
-
|
||
10
|
Jagung
|
0
|
0,24
|
-
|
-
|
|
Kacang
Tanah
|
0
|
0,528
|
-
|
-
|
||
15
|
Jagung
|
0
|
0,268
|
-
|
-
|
|
Kacang
Tanah
|
0
|
0,66
|
-
|
-
|
||
20
|
Jagung
|
0
|
0,26
|
-
|
-
|
|
Kacang
Tanah
|
0
|
0,692
|
-
|
-
|
||
4
|
0
|
Jagung
|
96
|
0,3
|
3
|
0,55
|
Kacang
Tanah
|
60
|
0,81
|
1
|
0,68
|
||
5
|
Jagung
|
88
|
0,3
|
5,5
|
0,58
|
|
Kacang
Tanah
|
52
|
0,64
|
4
|
0,67
|
||
10
|
Jagung
|
100
|
-
|
5
|
0,55
|
|
Kacang
Tanah
|
76
|
0,62
|
2
|
0,73
|
||
15
|
Jagung
|
96
|
0,1
|
4
|
0,53
|
|
Kacang
Tanah
|
60
|
0,83
|
1,5
|
0,84
|
||
20
|
Jagung
|
92
|
0,45
|
6
|
0,47
|
|
Kacang
Tanah
|
36
|
0,775
|
1,5
|
0,73
|
||
5
|
0
|
Jagung
|
96
|
0,3
|
||
Kacang
Tanah
|
60
|
0,64
|
||||
5
|
Jagung
|
92
|
-
|
|||
Kacang
Tanah
|
52
|
0,62
|
||||
10
|
Jagung
|
100
|
0,1
|
|||
Kacang
Tanah
|
76
|
0,83
|
||||
15
|
Jagung
|
96
|
0,45
|
|||
Kacang
Tanah
|
60
|
0,775
|
||||
20
|
Jagung
|
92
|
0,3
|
|||
Kacang
Tanah
|
36
|
0,81
|
||||
6
|
0
|
Jagung
|
96
|
0,1
|
3
|
0,70
|
Kacang
Tanah
|
60
|
0,8
|
1
|
0,71
|
||
5
|
Jagung
|
96
|
0,3
|
1
|
0,65
|
|
Kacang
Tanah
|
80
|
0,56
|
0,4
|
0,78
|
||
10
|
Jagung
|
100
|
-
|
9
|
0,63
|
|
Kacang
Tanah
|
80
|
0,58
|
1
|
0,77
|
||
15
|
Jagung
|
100
|
-
|
3
|
0,66
|
|
Kacang
Tanah
|
60
|
0,84
|
0,5
|
0,92
|
||
20
|
Jagung
|
96
|
0,2
|
1,5
|
0,6
|
|
Kacang
Tanah
|
40
|
0,95
|
2
|
0,78
|
||
7
|
0
|
Jagung
|
96
|
0,1
|
3
|
0,70
|
Kacang
Tanah
|
60
|
0,8
|
1
|
0,71
|
||
5
|
JAGUNG
|
96
|
0,3
|
1
|
0,65
|
|
KACANG
TANAH
|
80
|
0,56
|
0,4
|
0,78
|
||
10
|
JAGUNG
|
100
|
-
|
9
|
0,63
|
|
KACANG
TANAH
|
80
|
0,58
|
1
|
0,77
|
||
15
|
JAGUNG
|
100
|
-
|
3
|
066
|
|
KACANG
TANAH
|
60
|
0,84
|
0,5
|
0,92
|
||
20
|
JAGUNG
|
96
|
0,2
|
1,5
|
0,6
|
|
KACANG
TANAH
|
40
|
0,95
|
2
|
0,78
|
Keterangan :
K =
Biji yang berkecambah
BB =
Berat Benih
BK =
Berat Kecambah
PR =
Panjang Radik (akar)
4.2.
Pembahasan
Pada prinsipnya,
setiap tumbuhan memiliki kisaran tertentu terhadap factor lingkungannya.
Prinsip tersebut dinyatakan sebagai Hukum Toleransi Shelford, yang berbunyi
“Setiap organism mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan
batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organism itu terhadap kondisi
factor lingkungannya” (Dharmawan, 2005). Pada gambar 1, terlihat bahwa setiap
makhluk hidup memiliki range of optimum atau kisaran optimum terhadap factor
lingkungan untuk pertumbuhannya. Kondisi di atas ataupun di bawah batas kisaran
toleransi itu, makhluk hidup akan mengalami stress fisiologis. Pada kondisi
stress fisiologis ini, populasi akan menurun. Apabila kondisi stress ini terus
berlangsung dalam waktu yang lama dan telah mencapai batas toleransi
kelulushidupan, maka organism tersebut akan mati.
toleransi organism
terhadap kondisi factor lingkungannya
Stres (cekaman) biasanya didefinisikan sebagai faktor luar yang tidak menguntungkan yang berpengaruh buruk terhadap tanaman (Fallah, 2006). Campbell (2003), mendefinisikan cekaman sebagai kondisi lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan. Menurut Hidayat (2002), pada umumnya cekaman lingkungan pada tumbuhan dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) cekaman biotik, terdiri dari: (a) kompetisi intra spesies dan antar spesies, (b) infeksi oleh hama dan penyakit, dan (2) cekaman abiotik berupa: (a) suhu (tinggi dan rendah), (b) air (kelebihan dan kekurangan), (c) radiasi (ultraviolet, infra merah, dan radiasi mengionisasi), (d) kimiawi (garam, gas, dan pestisida), (e) angin, dan (f) suara. Menurut Sipayung (2006), kerusakan yang timbul akibat stres dapat dikelompokkan dalam 3 jenis kerusakan sebagai berikut.
Stres (cekaman) biasanya didefinisikan sebagai faktor luar yang tidak menguntungkan yang berpengaruh buruk terhadap tanaman (Fallah, 2006). Campbell (2003), mendefinisikan cekaman sebagai kondisi lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan. Menurut Hidayat (2002), pada umumnya cekaman lingkungan pada tumbuhan dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) cekaman biotik, terdiri dari: (a) kompetisi intra spesies dan antar spesies, (b) infeksi oleh hama dan penyakit, dan (2) cekaman abiotik berupa: (a) suhu (tinggi dan rendah), (b) air (kelebihan dan kekurangan), (c) radiasi (ultraviolet, infra merah, dan radiasi mengionisasi), (d) kimiawi (garam, gas, dan pestisida), (e) angin, dan (f) suara. Menurut Sipayung (2006), kerusakan yang timbul akibat stres dapat dikelompokkan dalam 3 jenis kerusakan sebagai berikut.
a. Kerusakan stres
langsung primer
b. Kerusakan stres
tak langsung primer
c. Kerusakan stres
sekunder (dapat terjadi juga stres tersier)
Faktor air dalam
fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting. Tanaman tidak
akan dapat hidup tanpa air, karena air adalah matrik dari kehidupan, bahkan
makhluk lain akan punah tanpa air. Kramer menjelaskan tentang betapa pentingnya
air bagi tumbuh-tumbuhan; yakni air merupakan bagian dari protoplasma (85-90% dari
berat keseluruhan bahagian hijau tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh)
adalah air. Selanjutnya dikatakan bahwa air merupakan reagen yang penting dalam
proses-proses fotosintesa dan dalam proses-proses hidrolik. Disamping itu juga
merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas dan material-material yang bergerak
kedalam tumbuh tumbuhan, melalui dinding sel dan jaringan esensial untuk
menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas bentuk daun, proses
membuka dan menutupnya stomata, kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan.
Peran air yang
sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa langsung atau tidak
langsung kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses
metaboliknya sehingga dapat menurunkan pertumbuhan tanaman (Sinaga, 2008). Efek
kelebihan air atau banjir yang umum adalah kekurangan oksigen, sedangkan
kekurangan air atau kekeringan akan mengakibatkan dehidrasi pada tanaman yang
berpengaruh terhadap zona sel turgor yang selanjutnya dapat menghambat
pertumbuhan tanaman (Fallah, 2006). Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam hubungannya dengan tipe dan
perkembangannya, kadar air tanah dan kondisi cuaca.
Cekaman kekeringan yang
diberikan pada pengujian perkecambahan dapat disimulasikan dengan menggunakan
PEG. Senyawa PEG merupakan polimer dengan kisaran berat molekul yang luas. Pada
tahun 1961 sebuah tulisan yang dipublikasikan dalam ”science” mengindikasikan
bahwa PEG dapat digunakan untuk memodifikasi potensial osmotik suatu larutan
nutrisi kultur dan menyebabkan kekurangan air pada tanaman (Blum, 1997). Karena
semakin besar konsentrasi PEG yang digunakan maka semakin sulit sel menyerap
air sehingga mengakibatkan terhambatnya proses metabolisme, dan pada akhirnya menyebabkan
kematian sel (Husni et al, 2003).
Hal ini menunjukkan bahwa PEG
dengan berat molekul yang besar tidak dapat masuk kedalam jaringan tanaman dan
merupakan larutan osmotik yang ideal untuk penggunaan dalam penelitian penyerapan
air oleh akar. Selama tahun 1970-an dan 1980-an PEG dengan berat molekul yang
tinggi (4000-8000) sering digunakan dalam penelitian fisiologi dalam bentuk
larutan (Blum, 1997).
Menurut Soemartono (1995),
mekanisme tanaman yang tahan atau toleran terhadap kekeringan dapat dibedakan
menjadi 3, yaitu: 1) Avoidance (menghindar atau mengelak), apabila stres yang
eksternal ini mampu dicegah atau diturunkan penetrasinya kedalam jaringan atau
dikucilkan (exclude) dalam jaringan sehingga tidak dapat menimbulkan tegangan,
2) Tolerance (menenggang), bila stres dapat masuk kedalam jaringan tetapi
tanaman mampu mencegah atau mengurangi terjadinya tegangan, atau dapat
memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh tegangan, dan 3) Escape (lolos),
dalam hal ini sebenarnya tanaman tidak tahan tetapi karena tidak ada stres
selama daur hidup tanaman karena umur pendek atau karena adanya plastisitas
perkembangan sehingga stres tidak terjadi bersamaan dengan fase pertumbuhan
yang rentan.
Ketahanan terhadap kekeringan
telah banyak dikembangkan tolak ukur dan metode penyaringannya walaupun masing masing
ada kebaikan dan kelemahannya. Tolak ukurnya antara lain adalah kepekaan
membuka dan menutupnya stomata, penggulungan dan pengeringan pucuk daun,
ketebalan dan susunan lapisan kutikula, kandungan air atau potensial air
jaringan, kandungan proline, betain, karbohidrat dan senyawa larut lainnya dan sistem
perakaran yang besar dan dalam (Soemartono, 1995).
Adapun metode penyaringan
yang telah dikembangkan adalah perkecambahan dan hambatan pertumbuhan pada larutan
osmotikum atau dilapangan yang tercekam, pengamatan sistem perakaran dan gaya
cabut, pengukuran defisit air pada jaringan, pengukuran kepadatan daun yang
mencerminkan turgiditas nisbi dengan B gauge atau pemotretan dengan film infra
merah dan lain-lain (Soemartono,1995).
KESIMPULAN
1.
Penggunaan PEG mempengaruhi pertumbuhan akar, presentase
perkecambahan dan berat basah biji.
2.
Semakin tinggi konsentrasi PEG semakin tinggi potensi menghambat
pertumbuhan dan perkembangan biji, baik panjang akar, berat biji dan presentas
perkecambahan.
3.
Pada kondisi cekaman biji bisa beradaptasi dalam waktu
tertentu.
DAFTAR
PUSTAKA
Al, Nio Song, Sri Mariyati Tondais, Regina Butarbutar.2010. Evaluasi Indikator
Toleransi Cekaman Kekeringan pada Fase Perkecambahan Padi (Oryza sativa
L.). Manado : Universitas Sam Ratulangi. Jurnal
Biologi XIV (1) : 50 – 54.
Fitter, A.H. dan R.K.M. Hay. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman.
Diterjemahkn
oleh Sri Andani dan E.D.Purbayanti. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Goldsworthy, P.R. dan N.M.Fisher.
1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik.
Diterjemahkan oleh Tohari.Yogyakarta:Gadjah
Mada University Press.
Ismal, Gazali. 1979. Ekologi Tumbuh-tumbuhan dan Tanaman
Pertanian.Padang:
UNAND.
.
Islami, Titik dan W.H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, air dan Tanaman.
Semarang :IKIP Semarang Press.
Jumin, H.B. 1988. Dasar-dasar Agronomi. Jakarta:Rajawali.
Lakitan, Benyamin. 1995. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan.Jakarta:
PT. Raja
Grafindo Persada.
Pristantho, Tomy Fingky, Y.
Sri Wulan Manuhara, Hery Purnobasuki. 2010.
Pengaruh Stres Kekeringan Terhadap Pertumbuhan Kalus Dari Eksplan
Kotiledon Tanaman Helianthus
Annuus Dengan Pemberian Variasi Konsentrasi PEG 6000. Surabaya : Prodi S-1 Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Airlangga.
Salisbury, Frank B. dan
Celon W Ross.1995.Fisiologi Tumbuhan
Jilid 3. Bandung
: ITB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar