Laman

Rabu, 20 Juni 2012


LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TANAMAN

ACARA I : FISIOLOGI BENIH TERHADAP KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN




DOSEN PENGAMPU :  Dr. ISMED INONU, M.Si & NYAYU SITI KHODIJAH, S.P., M.Si
DOSEN PRAKTIKUM : INDRA FERIYANTO, S.P



DISUSUN OLEH
NAMA          : Ridwan Diaguna
NIM              : 2011011005
JURUSAN    :AGROTEKNOLOGI






JURUSUAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN BIOLOGI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
TAHUN AKADEMIK 2011/2012
I.         PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
Untuk dapat tumbuh dan berkembamg dengan baik, suatu tanaman tidak dapat terlepas dari sifat genetiknya dan faktor lingkungan dimana tanaman itu tumbuh. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dibedakan atas lingkungan biotik dan abiotik. Pada prinsipnya lingkungan abiotik dapat dibagi atas beberapa faktor, yaitu : suhu, air, cahaya, tanah dan atmosfir (Ismal, 1979).
Di Bumi diperkirakan terdapat 1,3 – 1,4 milyar km3 air; 97,5% berasal dari laut, 1,75% berbentuk es (salju) di kutub dan puncak gunung, 0,73% di daratan sebagai sungai, danau, air tanah, rawa dan lain sebagainya, dan 0,001% berbentuk uap air yang terapung di udara (Jumin, 1988).
Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting. Tanaman tidak akan dapat hidup tanpa air, karena air adalah matrik dari kehidupan, bahkan makhluk lain akan punah tanpa air. Kramer menjelaskan tentang betapa pentingnya air bagi tumbuh-tumbuyhan; yakni air merupakan bagian dari protoplasma (85-90% dari berat keseluruhan bahagian hijau tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh) adalah air. Selnjutnmya dikatakan bahwa air merupakan reagen yang penting dalam proses-proses fotosintesa dan dalam proses-proses hidrolik. Disamping itu juga merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas dan material-material yang bergerak kedalam tumbuhtumbuhan, melalui dinding sel dan jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas bentuk daun, proses membuk dan menutupnya stomata, kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan (Ismal, 1979).
Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terusmenerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati.Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam hubungannya dengan tipe dan perkembangannya, kadar air tanah dan kondisi cuaca (Fitter dan Hay, 1981).
Salah satu cabang penting fisiologi lingkungan mempelajari cara tumbuhan dan hewan menanggapi kondisi lingkungan yang sangat menyimpang dari kondisi optimal bagi organisme tertentu, atau, dalam pengertian yang lebih luas, bagi organisme pada umumnya. Sebagai salah satu bagian dari ekofisiologi, bidang ini dinamakan fisiologi cekaman, dapat membantu kita memahami apa saja yang membatasi sebaran tumbuhan. Namun, sebagian besar penelitian dilapangan meneliti pengaruh buruk kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan terhadap hasil pertanian. Salah satu tantangan pertama ialah mendefinisikan kata cekaman (Salisbury dan Ross, 1995).

1.2.   Tujuan
Mempelajari tanggapan fisiologi benih terhadap kondisi cekaman kekeringan saat perkecambahan.

II.      TINJAUAN PUSTAKA
Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut. Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi tidak dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi (Islami dan Utomo, 1995).
Kehilangan air dari tanaman oleh transpirasi merupakan suatu akibat yang tidak dapat dielakkan dari keperluan membuka dan menutupnya stomata untuk masuknya CO2 dan kehilangan air melalui transpirasi lebih besar melalui stomata daripada melalui kutikula (Yoshida, 1981).
Indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan tajuk, sangat peka terhadap cekaman air, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan perluasan daun, peningkatan penuaan dan perontokan daun, atau keduanya. Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman air daripada penutupan stomata. Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan penuaan daun akibat cekaman air cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah, yang paling kurang aktif dalam fotosintesa dan dalam penyediaan asimilat, sehingga kecil pengaruhnya terhadap hasil (Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Martin, Tenorio dan Ayerbe (1994) menjelaskan bahwa cekaman air yang terjadi pada paruh kedua dari siklus hidup tanaman ercis mengakibatkan penurunan nilai LAI (leaf area index) setelah pembungaan. Hal ini menyebabkan rendahnya hasil biji ercis bila dibandingkan dengan hasil pada musim tanam sebelumnya, dimana curah hujan selama paruh pertama siklus hidupnya lebih besar. Kekurangan air dapat menghambat laju fotosintesa, karena turgiditas sel penjaga stomata akan menurun. Hal ini menyebabkan stomata menutup (Lakitan, 1995). Penutupan stomata pada kebanyakan spesies akibat kekurangan air pada daun akan mengurangi laju penyerapan CO2 pada waktu yang sama dan pada akhirnya akan mengurangi laju fotosintesa (Goldsworthy dan Fisher, 1995). Disamping itu penutupan stomata merupakan faktor yang sangat penting dalam perlindungan mesophyta terhadap cekaman air yang berat (Fitter dan Hay, 1994).
Waktu antara penyebaran benih dan pemasakan dapat diperpendek atau diperpenjang tergantung pada intensitas dan waktu terjadinya cekaman air. Hasil penelitian Turk dan Hal pada tahun 1980 dan Lawn tahun 1982 menunjukkan bahwa kacang tunggak berbunga dan masak lebih awal dibawah tingkat cekaman air sedang, tetapi cekaman air yang berat menunda aktivitas reproduktif (Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Kedalaman perakaran sangat berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap. Pada umumnya tanaman dengan pengairan yang baik mempunyai sistem perakaran yang lebih panjang daripada tanaman yang tumbuh pada tempat yang kering. Rendahnya kadar air tanah akan menurunkan perpanjangan akar, kedalaman penetrasi dan diameter akar (Islami dan Utomo, 1995).
Peningkatan pertumbuhan akar di bawah kondisi cekaman air ringan sampai sedang mungkin sangat penting dalam menyadap persediaan air baru bagi suatu tanaman.Hasil penelitian Nour dan Weibel tahun 1978 menunjukkan bahwa kultivarkultivar sorghum yang lebih tahan terhadap kekeringan, mempunyai perkaran yang lebih banyak, volume akar lebih besar dan nisbah akar tajuk lebih tinggi daripada lini-lini yang rentan kekeringan (Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Hasil penelitian Martin, Tenorio dan Ayerbe (1994) menunjukkan bahwa perakaran tanaman ercis yang mengalami cekaman air pada paruh kedua dari siklus hidupnya tidak dapat menjelajahi keseluruhan lapisan tanah pada kedalaman 45 – 75 cm. Dengan kata lain tanaman ercis tidak dapat mengekstrak air di bawah kedalaman 70 cm. Hasil tanaman adalah fungsi dari pertumbuhan. Oleh karena itu sebagai akibat lebih lanjut cekaman air akan menurunkan hasil tanaman, dan bahkantanaman gagal membentuk hasil. Jika cekaman air terjadi pada intensitas yang tinggi dan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan tanaman mati (Islami dan Utomo, 1995).
Tanggap pertumbuhan dan hasil tanaman terhadap cekaman air tergantung fase pertumbuhan saat cekaman air tersebut terjadi. Jika cekaman air terjadi pada fese pertumbuhan vegetatif yang cepat, pengaruhnya akan lebih merugikan dibandingkan dengan jika cekaman air terjadi pada fese pertumbuhan lainnya. Proses-proses fisiologi yng mengakibatkan perubahan hasil karena cekaman air, digambarkan oleh Hsio dkk. tahun 1976 seperti pada gambar berikut (Islami dan Utomo, 1995).
A.  Respon Terhadap Cekaman Kekeringan
Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996). Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman kekeringan. Staff Lab Ilmu Tanaman (2008) mengemukakan bahwa cekaman kekeringan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu:
a. Cekaman ringan :jika potensial air daun menurun 0.1 Mpa atau kandungan air nisbi menurun 8 – 10 %
b. Cekaman sedang: jika potensial air daun menurun 1.2 s/d 1.5 Mpa atau kandungan air nisbi menurun 10 – 20 %
c. Cekaman berat: jika potensial air daun menurun >1.5 Mpa atau kandungan air nisbi menurun > 20%
Lebih lanjut Staff Lab Ilmu Tanaman mengemukakan bahwa apabila tanaman kehilangan lebih dari separoh air jaringannya dapat dikatakan bahwa tanaman mengalami kekeringan.
Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Haryati, 2008). Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan ekspresi (Sinaga, 2008).
Tumbuhan merespon kekurangan air dengan mengurangi laju transpirasi untuk penghematan air. Terjadinya kekurangan air pada daun akan menyebabkan sel-sel penjaga kehilangan turgornya. Suatu mekanisme control tunggal yang memperlambat transpirasi dengan cara menutup stomata. Kekurangan air juga merangsang peningkatan sintesis dan pembebasan asam absisat dari sel-sel mesofil daun. Hormon ini membantu mempertahankan stomata tetap tertutup dengan cara bekerja pada membrane sel penjaga. Daun juga berespon terhadap kekurangan air dengan cara lain. Karena pembesaran sel adalah suatu proses yang tergantung pada turgor, maka kekurangan air akan menghambat pertumbuhan daun muda. Respon ini meminimumkan kehilangan air melalui transpirasi dengan cara memperlambat peningkatan luas permukaan daun. Ketika daun dari kebanyakan rumput dan kebanyakan tumbuhan lain layu akibat kekurangan air, mereka akan menggulung menjadi suatu bentuk yang dapat mengurangi transpirasi dengan cara memaparkan sedikit saja permukaan daun ke matahari (Campbell, 2003).
Kedalaman perakaran sangat berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap. Pada umumnya tanaman dengan pengairan yang baik mempunyai sistem perakaran yang lebih panjang daripada tanaman yang tumbuh pada tempat yang kering. Rendahnya kadar air tanah akan menurunkan perpanjangan akar, kedalaman penetrasi dan diameter akar (Haryati, 2006). Hasil penelitian Nour dan Weibel tahun 1978 menunjukkan bahwa kultivarkultivar sorghum yang lebih tahan terhadap kekeringan, mempunyai perkaran yang lebih banyak, volume akar lebih besar dan nisbah akar tajuk lebih tinggi daripada lini-lini yang rentan kekeringan (Goldsworthy dan Fisher, dalam Haryati, 2006).
Senyawa biokimia yang dihasilkan tanaman sebagai respon terhadap kekeringan dan berperan dalam penyesuaian osmotik bervariasi, antara lain gula-gula, asam amino, dan senyawa terlarut yang kompatibel. Senyawa osmotik yang banyak dipelajari pada toleransi tanaman terhadap kekeringan antara lain prolin, asam absisik, protein dehidrin, total gula, pati, sorbitol, vitamin C, asam organik, aspargin, glisin-betain, serta superoksida dismutase dan K+ yang bertujuan untuk menurunkan potensial osmotik sel tanpa membatasi fungsi enzim (Sinaga, 2008).


III.   METODE
3.1.   Bahan
1.    Benih jagung manis
2.    Benih kedelai
3.    PEG 6000
4.    Air destilata

3.2.   Alat
1.    Kertas saring
2.    Kertas merang
3.    Plastik bening
4.    Gunting
5.    Timbangan digital
6.    Germinator

3.3.   Metodelogi
Praktikum dilaksanakan menggunakan rancangan acak lengkap didalam laboratorim. Perlakuan yang diberikan pada benih yaitu penanaman benih pada media yang telah dibasahi air destilata dan konsentrasi PEG terdiri atas : 5%, 10%, 15% dan 20 % setara dengan potensial air - 0,03, - 0,19, - 0,41 dan - 0,67 Mpa.

3.4.   Cara Kerja
1.    Pengujian perkecambahan dilakukan dengan 25 benih untuk tiap jenis benih tanaman dan perlakuan.
2.    Benih dari setiap genotipe kedelai yang diuji dikecambahkan dalam media kertas saring yang dibasahi dengan larutan PEG  dan air steril sesuai perlakuan.
3.    Tanam atau susun benih jagung manis dan kedelai masing – masing pada lapisan plastik, kertas merang dan kertas saring.
4.    Gulung media pengecambahan tersebut, susun dalam bak plastik dan letakkan didalam germinator.






IV.   HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.   Hasil
Hari
Konsentrasi PEG (Ppm)
Jenis Tanaman Atau Benih
Persentase Perkecambahan (%)
Berta Benih Yang Belum Berkecambah (Gram)
Panjang Radikula (Cm)
Berat Segar Kecambah
1
0
Jagung
0
0,248
-
-
Kacang Tanah
0
0,664
-
-
5
Jagung
0
0,268
-
-
Kacang Tanah
0
0,58
-
-
10
Jagung
0
0,24
-
-
Kacang Tanah
0
0,528
-
-
15
Jagung
0
0,268
-
-
Kacang Tanah
0
0,66
-
-
20
Jagung
0
0,26
-
-
Kacang Tanah
0
0,692
-
-
2
0
Jagung
0
0,248
-
-
Kacang Tanah
0
0,664
-
-
5
Jagung
0
0,268
-
-
Kacang Tanah
0
0,58
-
-
10
Jagung
0
0,24
-
-
Kacang Tanah
0
0,528
-
-
15
Jagung
0
0,268
-
-
Kacang Tanah
0
0,66
-
-
20
Jagung
0
0,26
-
-
Kacang Tanah
0
0,692
-
-
3
0
Jagung
0
0,248
-
-
Kacang Tanah
0
0,664
-
-
5
Jagung
0
0,268
-
-
Kacang Tanah
0
0,58
-
-
10
Jagung
0
0,24
-
-
Kacang Tanah
0
0,528
-
-
15
Jagung
0
0,268
-
-
Kacang Tanah
0
0,66
-
-
20
Jagung
0
0,26
-
-
Kacang Tanah
0
0,692
-
-
4
0
Jagung
96
0,3
3
0,55

Kacang Tanah
60
0,81
1
0,68
5
Jagung
88
0,3
5,5
0,58
Kacang Tanah
52
0,64
4
0,67
10
Jagung
100
-
5
0,55
Kacang Tanah
76
0,62
2
0,73
15
Jagung
96
0,1
4
0,53
Kacang Tanah
60
0,83
1,5
0,84
20
Jagung
92
0,45
6
0,47
Kacang Tanah
36
0,775
1,5
0,73
5
0
Jagung
96
0,3


Kacang Tanah
60
0,64


5
Jagung
92
-


Kacang Tanah
52
0,62


10
Jagung
100
0,1


Kacang Tanah
76
0,83


15
Jagung
96
0,45


Kacang Tanah
60
0,775


20
Jagung
92
0,3


Kacang Tanah
36
0,81


6
0
Jagung
96
0,1
3
0,70
Kacang Tanah
60
0,8
1
0,71
5
Jagung
96
0,3
1
0,65
Kacang Tanah
80
0,56
0,4
0,78
10
Jagung
100
-
9
0,63
Kacang Tanah
80
0,58
1
0,77
15
Jagung
100
-
3
0,66
Kacang Tanah
60
0,84
0,5
0,92
20
Jagung
96
0,2
1,5
0,6
Kacang Tanah
40
0,95
2
0,78
7
0
Jagung
96
0,1
3
0,70
Kacang Tanah
60
0,8
1
0,71
5
JAGUNG
96
0,3
1
0,65
KACANG TANAH
80
0,56
0,4
0,78
10
JAGUNG
100
-
9
0,63
KACANG TANAH
80
0,58
1
0,77
15
JAGUNG
100
-
3
066
KACANG TANAH
60
0,84
0,5
0,92
20
JAGUNG
96
0,2
1,5
0,6
KACANG TANAH
40
0,95
2
0,78
Keterangan :
K         = Biji yang berkecambah
BB       = Berat Benih
BK       = Berat Kecambah
PR       = Panjang Radik (akar)

4.2.   Pembahasan
Pada prinsipnya, setiap tumbuhan memiliki kisaran tertentu terhadap factor lingkungannya. Prinsip tersebut dinyatakan sebagai Hukum Toleransi Shelford, yang berbunyi “Setiap organism mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organism itu terhadap kondisi factor lingkungannya” (Dharmawan, 2005). Pada gambar 1, terlihat bahwa setiap makhluk hidup memiliki range of optimum atau kisaran optimum terhadap factor lingkungan untuk pertumbuhannya. Kondisi di atas ataupun di bawah batas kisaran toleransi itu, makhluk hidup akan mengalami stress fisiologis. Pada kondisi stress fisiologis ini, populasi akan menurun. Apabila kondisi stress ini terus berlangsung dalam waktu yang lama dan telah mencapai batas toleransi kelulushidupan, maka organism tersebut akan mati.
toleransi organism terhadap kondisi factor lingkungannya
Stres (cekaman) biasanya didefinisikan sebagai faktor luar yang tidak menguntungkan yang berpengaruh buruk terhadap tanaman (Fallah, 2006). Campbell (2003), mendefinisikan cekaman sebagai kondisi lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan. Menurut Hidayat (2002), pada umumnya cekaman lingkungan pada tumbuhan dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) cekaman biotik, terdiri dari: (a) kompetisi intra spesies dan antar spesies, (b) infeksi oleh hama dan penyakit, dan (2) cekaman abiotik berupa: (a) suhu (tinggi dan rendah), (b) air (kelebihan dan kekurangan), (c) radiasi (ultraviolet, infra merah, dan radiasi mengionisasi), (d) kimiawi (garam, gas, dan pestisida), (e) angin, dan (f) suara. Menurut Sipayung (2006), kerusakan yang timbul akibat stres dapat dikelompokkan dalam 3 jenis kerusakan sebagai berikut.
a. Kerusakan stres langsung primer
b. Kerusakan stres tak langsung primer
c. Kerusakan stres sekunder (dapat terjadi juga stres tersier)
Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting. Tanaman tidak akan dapat hidup tanpa air, karena air adalah matrik dari kehidupan, bahkan makhluk lain akan punah tanpa air. Kramer menjelaskan tentang betapa pentingnya air bagi tumbuh-tumbuhan; yakni air merupakan bagian dari protoplasma (85-90% dari berat keseluruhan bahagian hijau tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh) adalah air. Selanjutnya dikatakan bahwa air merupakan reagen yang penting dalam proses-proses fotosintesa dan dalam proses-proses hidrolik. Disamping itu juga merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas dan material-material yang bergerak kedalam tumbuh tumbuhan, melalui dinding sel dan jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas bentuk daun, proses membuka dan menutupnya stomata, kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan.
Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa langsung atau tidak langsung kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses metaboliknya sehingga dapat menurunkan pertumbuhan tanaman (Sinaga, 2008). Efek kelebihan air atau banjir yang umum adalah kekurangan oksigen, sedangkan kekurangan air atau kekeringan akan mengakibatkan dehidrasi pada tanaman yang berpengaruh terhadap zona sel turgor yang selanjutnya dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Fallah, 2006). Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam hubungannya dengan tipe dan perkembangannya, kadar air tanah dan kondisi cuaca.
Cekaman kekeringan yang diberikan pada pengujian perkecambahan dapat disimulasikan dengan menggunakan PEG. Senyawa PEG merupakan polimer dengan kisaran berat molekul yang luas. Pada tahun 1961 sebuah tulisan yang dipublikasikan dalam ”science” mengindikasikan bahwa PEG dapat digunakan untuk memodifikasi potensial osmotik suatu larutan nutrisi kultur dan menyebabkan kekurangan air pada tanaman (Blum, 1997). Karena semakin besar konsentrasi PEG yang digunakan maka semakin sulit sel menyerap air sehingga mengakibatkan terhambatnya proses metabolisme, dan pada akhirnya menyebabkan kematian sel (Husni et al, 2003).
Hal ini menunjukkan bahwa PEG dengan berat molekul yang besar tidak dapat masuk kedalam jaringan tanaman dan merupakan larutan osmotik yang ideal untuk penggunaan dalam penelitian penyerapan air oleh akar. Selama tahun 1970-an dan 1980-an PEG dengan berat molekul yang tinggi (4000-8000) sering digunakan dalam penelitian fisiologi dalam bentuk larutan (Blum, 1997).
Menurut Soemartono (1995), mekanisme tanaman yang tahan atau toleran terhadap kekeringan dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: 1) Avoidance (menghindar atau mengelak), apabila stres yang eksternal ini mampu dicegah atau diturunkan penetrasinya kedalam jaringan atau dikucilkan (exclude) dalam jaringan sehingga tidak dapat menimbulkan tegangan, 2) Tolerance (menenggang), bila stres dapat masuk kedalam jaringan tetapi tanaman mampu mencegah atau mengurangi terjadinya tegangan, atau dapat memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh tegangan, dan 3) Escape (lolos), dalam hal ini sebenarnya tanaman tidak tahan tetapi karena tidak ada stres selama daur hidup tanaman karena umur pendek atau karena adanya plastisitas perkembangan sehingga stres tidak terjadi bersamaan dengan fase pertumbuhan yang rentan.
Ketahanan terhadap kekeringan telah banyak dikembangkan tolak ukur dan metode penyaringannya walaupun masing masing ada kebaikan dan kelemahannya. Tolak ukurnya antara lain adalah kepekaan membuka dan menutupnya stomata, penggulungan dan pengeringan pucuk daun, ketebalan dan susunan lapisan kutikula, kandungan air atau potensial air jaringan, kandungan proline, betain, karbohidrat dan senyawa larut lainnya dan sistem perakaran yang besar dan dalam (Soemartono, 1995).
Adapun metode penyaringan yang telah dikembangkan adalah perkecambahan dan hambatan pertumbuhan pada larutan osmotikum atau dilapangan yang tercekam, pengamatan sistem perakaran dan gaya cabut, pengukuran defisit air pada jaringan, pengukuran kepadatan daun yang mencerminkan turgiditas nisbi dengan B gauge atau pemotretan dengan film infra merah dan lain-lain (Soemartono,1995).
KESIMPULAN
1.      Penggunaan PEG mempengaruhi pertumbuhan akar, presentase perkecambahan dan berat basah biji.
2.      Semakin tinggi konsentrasi PEG semakin tinggi potensi menghambat pertumbuhan dan perkembangan biji, baik panjang akar, berat biji dan presentas perkecambahan.
3.      Pada kondisi cekaman biji bisa beradaptasi dalam waktu tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Al, Nio Song, Sri Mariyati Tondais, Regina Butarbutar.2010. Evaluasi Indikator
Toleransi Cekaman Kekeringan pada Fase Perkecambahan Padi (Oryza sativa L.). Manado : Universitas Sam Ratulangi. Jurnal Biologi XIV (1) : 50 – 54.

Fitter, A.H. dan R.K.M. Hay. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman.
Diterjemahkn oleh Sri Andani dan E.D.Purbayanti. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Goldsworthy, P.R. dan N.M.Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik.
Diterjemahkan oleh Tohari.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Ismal, Gazali. 1979. Ekologi Tumbuh-tumbuhan dan Tanaman Pertanian.Padang:
UNAND.
.
Islami, Titik dan W.H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, air dan Tanaman.
Semarang :IKIP Semarang Press.

Jumin, H.B. 1988. Dasar-dasar Agronomi. Jakarta:Rajawali.

Lakitan, Benyamin. 1995. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan.Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Pristantho, Tomy Fingky, Y. Sri Wulan Manuhara, Hery Purnobasuki. 2010.
Pengaruh Stres Kekeringan Terhadap Pertumbuhan Kalus Dari Eksplan Kotiledon Tanaman Helianthus Annuus Dengan Pemberian Variasi Konsentrasi PEG 6000. Surabaya : Prodi S-1 Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga.

Salisbury, Frank B. dan Celon W Ross.1995.Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung
: ITB.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar