I.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bercocok tanam secara vertikultur
sedikit berbeda dengan bercocok tanam di kebun atau di ladang. Vertikultur
diartikan sebagai teknik budidaya tanaman secara vertikal sehingga penanamannya
dilakukan dengan menggunakan sistem bertingkat dan tidak membutuhkan lahan yang
banyak.
Sistem vertikultur memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan sistem budidaya biasa. Kelebihan-kelebihan tersebut
antara lain kualitas produk lebih baik dan lebih bersih; kuantitas produksi
lebih tinggi dan kontinuitas produk terjaga; efisiensi lahan, pupuk, air, benih
dan tenaga kerja; menjadi lahan bisnis, baik langsung ataupun tidak langsung;
mempercantik halaman dan berfungsi sebagai paur-paru kota dan sebagainya
(harmanto, 2000).
Saat ini kebutuhan akan lahan
pertanian semakin sempit terutama di kota-kota besar. Sedangkan jumlah penduduk
yang semakin meningkat dari tahun ke tahun membuat kebutuhkan akan pangan
semakin meningkat. Terdorong oleh keadaan yang demikian, maka banyak orang
melakukan budidaya tanaman dengan sistem vertikultur.
Praktikum ini dilakukan agar
mahasiswa dapat meningkatkan ketrampilan dalam bidang pertanian terutama
vertikultur. Diharapkan mahasiswa mampu menerapkan vertikultur sebagai hasil
dari pembelajaran mata kuliah teknih hidroponik ini.
Dalam sistem vertikultur, jenis
komoditas dan bentuk bangunan sangat penting untuk dipertimbangkan mengingat
morfologi dan letak tanaman nantinya akan ditempatkan. Model bangunan tersebut
harus sesuai dengan komoditas tanaman yang dibudidayakan karena penempatan
tanaman yang salah pada bangunan vertikultur akan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman tersebut. Oleh karena itu, model bangunan dan penempatan tanaman harus
dibuat sedemikian rupa agar mendukung pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan.
2. Tujuan
Meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam melaksanakan salah satu model
dalam teknologi budidaya sayuran secara vertikultur.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Kesuburan tanah dapat ditingkatkan
melalui tindakan pemupukan. Untuk memperoleh hasil yang tinggi dan tetap
memperhatikan kaidah konservasi
dalam penggunaan pupuk perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu pemberian pupuk
dengan jenis dan jumlah yang benar, pemilihan sumber pupuk yang benar untuk
memasok hara yang diperlukan dan pemberian pada saat dan cara yang tepat.
Pemberian pupuk organik berarti menambah kandungan bahan organik sehingga
pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia, dan hayati media juga meningkat.
Sumber bahan organik yang saat ini cukup potensial dijadikan sebagai pupuk
organik adalah limbah ternak (pupuk kandang) (Agustono et al., 2005).
Kata vertikultur diambil dari bahasa
Inggris, verticulture yang merupakan penggabungan dua kata, vertical dan
culture. Pengertiannya adalah suatu cara pertanian yang dilakukan dengan sistem
bertingkat. Mengolah tanah dalam sistem ini tidak jauh berbeda dengan menanam
pohon seperti di sebuah kebun atau sawah. Namun ada kelebihan yang diperoleh,
yaitu dengan lahan yang minimal mampu menghasilkan hasil yang maksimal (Anonim,
2010).
Ketersediaan unsur hara yang cukup
memungkinkan proses fotosintesa optimum dan asimilat yang dihasilkan dapat
digunakan sebagai cadangan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
karena cadangan makanan di dalam jaringan lebih banyak akan memungkinkan
terbentuknya daun banyak pula (Pramono, 2002).
Salah satu hal yang perlu
diperhatikan bahwa unsur mikro diperlukan dalam jumlah yang sedikit sesuai
kebutuhannya. Oleh karena itu penggunaan pupuk perlu mempertimbangkan
patokan-patokannya sehingga dapat digunakan oleh tanaman secara efisien. Salah
satu sifat umum unsur mikro adalah penyerapannya harus sesuai dengan kebutuhan
dan apabila berlebihan dapat merusak perkembangan tanaman (Sutapradja, 1996).
Kekurangan sistem vertikultur antara
lain rawan terhadap serangan jamur, sehingga pemantauan kondisi pertanaman
harus sering dilakukan. Populasi tanaman yang tinggi menyebabkan kelembaban
udara tinggi, sehingga memungkinkan serangan penyakit mudah menyebar.
Penyiraman harus dilakukan secara kontinyu meskipun hujan, terutama bila
tanaman ditanam pada sistem bangunan beratap (Haryanto et al., 1995).
III.
METODE PRAKTIKUM
·
Alat
dan Bahan
·
Bahan
ü
Bibit sawi (21 HSS), Bibit seledri, Bibit
cabai rawit
ü
Pipa paralon 2 batang, Bambu betung
diameter +- 10 cm 3 batang
ü
Arang sekam, Pasir ayakan, Bokashi
ü
Kayu kasau
ü
Tanah (top soil), Semen dan pasir
ü
Pupuk kandang, Pupuk organik cair, Pupuk
NPK, Pupuk KCl
·
Alat
ü
Gergaji kayu, Gergaji pipa
ü
Palu, Tang, Paku
ü
Parang, Cangkul, Sekop, Ember, Ember
bekas cat ukuran 5 kg
ü
Kotak persemaian, Gembor, Hand sprayer
ü
Pahat lilin/lampu minyak
·
Cara
Kerja
·
Model vertikultur menggunakan pipa
paralon
ü
Ukur terlebih dahulu jarak lubangnya 15
cm secara zigzag atau berseling.
ü
Tandai silang dengan pensil sepanjang
10 cm.
ü
Dari batas 10 cm tersebut ukur naik 10
cm.
ü
Lakukan seterusnya sehingga sampai
ujung paralon.
ü
Gergajilah setiap tanda silang dengan
lebar 10 cm.
ü
Siapkan lilin atau lampu minyak.
ü
Paralon yang sudah digergaji dipanaskan
dengan lampu teplok.
ü
Bila sudah agak lembek, cepat tekan
kedalam dengan besi atau kayu bulat.
ü
Bagian atas ditekan kedalam untuk
menahan tanah/akar tanaman.
ü
Bagian bawah ditekan keluar.
ü
Agar bisa berdiri tegak, bagian bawah
bisa dicor permanen atau bisa pula diberi pemberat semen dengan wadah kaleng
atau pot.
·
Model vertikultur menggunakan bambu
ü
Siapkan bambu sepanjang +- 2 meter
(memiliki sekitar 8 -10 ruas dan sekitar 6-8 buku ) berdiameter sekitar 10 cm
sepanjang 1,5 m.
ü
Lubangi dengan hati-hati buku bagian
dalam antar-ruas bambu menggunakan linggis atau kayu kecuali buku bagian ruas terbawah.
ü
Belahlah ujung atas dan ujung bawah
menjadi 4 bagian sepanjang 10 cm.
ü
Diabagian tengah antara belahan satu
dengan yang lainnya diberi sepotong kayu sehingga belahan-belahan tadi membuka
dan bagian bawah bambu dapat digunakan untuk berdiri tegaknya bambu tersebut.
ü
Ukur jarak antar lubang dengan bentuk
dan jarak yang hampir sama dengan model paralon.
ü
Setelah itu, dengan meggunakan
pahat/bor listrik dibuat lubang-lubang yang berdiameter 2 cm dibagian sisi
bambu secara bertingkat dan berselang seling sehingga tanaman tidak saling
menutupi.
·
Penanaman
ü
Persiapan media tanam dilakukan 2 hari
sebelum tanam yaitu pencampuran arang sekam, pasir dan bokashi dengan
perbandingan (1:1:1), kapur dolomite (100 gram/kg media) seta pupuk organik
cair dengan dosis 5 ml/liter air 1 kg bahan.
ü
Masukkan media tanam tersebut kedalam
pipa paralon dan bambu yang telah dipersiapkan secara hati-hati dalam posisi
berdiri.
ü
Tanam bibit yang telah telah
dipersiapkan sebelumnya dengan komposisi bibit cabai di lubang bagian paling atas,
bibit seledri dan sawi ditanam secara berselingan pada lubang yang dibuat pada
sisi-sisi pipa dan bambu.
·
Pemeliharaan
ü
Lakukan penyiraman secara rutin 2 kali
sehari.
ü
Pemupukan tanaman sauran daun cukup
diberikan menggunakan pupuk organik cair dengan dosis 5 ml/liter air setiap
minggu dengan cara disemprotkan atau disiram dari lubang bagian atas.
ü
Pemupukan anorganik diberikan untuk
menjaga kesuburan media tanam dilakukan pada 2 minggu setelah tanam dengan
dosis NPK 10 gram/pipa atau bambu dan KCl 5 gram/pipa atau bambu, selanjutnya
pemupukan secara rutin dilakukan tiap 1 bulan sekali dengan dosis yang sama.
ü
Pengendalian hama dan penyakit dalam
vertikultur ditekankan untuk sedapat mungkin meghindari bahan kimia. Akan
tetapi apabila ternyata membutuhkan pengendalian secara kimiawi, maka 2 minggu
sebelum panen penyemprotan atau pengendalian jangan dilakukan.
·
Pengamatan
ü
Tinggi tanaman awal (cm), diamati dan
diukur pada saat penanaman.
ü
Jumlah daun awal(helai), diamati dan
dihitung pada saat penanaman.
ü
Pertambahan tinggi tanaman (cm),
diamati dan diukur setiap 2 minggu hingga panen.
ü
Pertambahan jumlah daun (helai),
diamati dan diukur setiap 2 minggu hingga panen.
ü
Umur panen (HST), diamati pada tanaman
sesuai dengan kriteria panen sesuai jenis tanaman.
ü
Berat bagian ekonomis (gram), diukur
bagian tanaman yang digunakan saat dipasarkan pada akhir pengamatan.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.
Pembahasan
Vertikultur diambil dari istilah verticulture dalam bahasa
Inggris. Istilah ini berasal dari dua kata, yaitu vertical dan culture. Di
bidang pertanian, pengertian vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang
dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Suatu teknik atau cara budidaya
tanaman semusim (khusunya sayuran) pada lahan terbatas yang diatur secara
bersusun menggunakan bangunan/tempat khusus atau model wadah tertentu dengan
menerapkan paket teknologi maju, serta komoditas yang diusahakan bernilai
ekonomi tinggi.
Dalam pelaksanaannya praktikum ini untuk pengairan dan
pemberian nutrisi diberikan dalam bentuk pengairan tetes. Hal ini dimaksudkan
untuk efisiensi waktu, dan untuk deras tidak aliran dapat diatur sehingga dapat
diperhitungkan kapan waktu untuk mengisinya kembali.
Vertikultur merupakan salah satu cara budidaya yang efektif
untuk dilaksanakan di daerah yang tidak memiliki lahan luas, seperti di
perkotaan. Budidaya secara vertikultur tanaman ditanam pada wadah yang disusun
secara bertingkat sehingga pada lahan yang sempit dapat memperoleh hasil yang
cukup banyak. Budidaya secara vertikultur juga menghematan penggunaan pupuk dan
air.
Pada hasil pengamatan vertkultur tanaman cabe dan sawi. Pada pengamatan pertama
pertumbuhan sangat baik. Tetapi pada pengamatan minggu ke-3 ada 3 sampel mati
hal ini dikarenakan nutrisi yang beredar kandungan nutrisinya sudah semakin
rendahh sehingga banyak tanaman yang akhirya mati. Pada minggu ke 3 sudah
muncul tunas tetapi ada sebagian yang belum muncul pada tanaman cabe. Pada tanaman sawi pertumbuhan juga
baik dari hari kehari mengalami pertambahan tinggi dan jumlah daun.
V.
KESIMPULAN
1.
Kesimpulan
Vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan
secara vertikal atau bertingkat. Suatu teknik atau cara budidaya tanaman
semusim (khusunya sayuran) pada lahan terbatas yang diatur secara bersusun
menggunakan bangunan/tempat khusus atau model wadah tertentu dengan menerapkan
paket teknologi maju, serta komoditas yang diusahakan bernilai ekonomi tinggi
Vertikultur merupakan salah satu cara budidaya yang efektif
untuk dilaksanakan di daerah yang tidak memiliki lahan luas, seperti di
perkotaan.
Pada hasil pengamatan vertkultur tanaman cabe dan sawi. Pada pengamatan pertama
pertumbuhan sangat baik. Tetapi pada pengamatan minggu ke-3 ada 3 sampel mati
hal ini dikarenakan nutrisi yang beredar kandungan nutrisinya sudah semakin
rendah sehingga banyak tanaman yang akhirnya mati.
DAFTAR
PUSTAKA
Agustono,
Rohadi, dan Hendrawan. 2005. Pertumbuhan dan Hasil Cabai Merah (Capsicum annum)
pada Beberapa Jenis Pupuk Organik dan Anorganik. J. Penelitian dan Informasi
Pertanian “Agrin” 9 (1) April 2005.
Anonim.
20010. OPINI: Solusi Bertanam di Ruang Sempit dan Padat.
http://www.studiolanskap.or.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=22.
Diakses pada 2 Januari 2009
Haryanto,
E., T. Suhartini, E. Rahayu, dan H. Sunarjono. 1995. Sawi dan Selada. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Pramono,
H. 2002. Pemupukan Casting Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas
Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) di Tanah Regosol. Jurnal Panel Agronomika 2
(1): 51 – 62.
Sutapradja,
H. 1996. Kaitan Antara Pemberian Cu dan dosis K, Mg, Serta Ca Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah. Jurnal Hortikultura 5 (5): 39–44.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar