LAPORAN
DASAR-DASR HORTIKULTURA
Acara
V : Crisping Pada Produk Sayuran
Nama : Ridwan Diaguna
NIM : 201 10 11
005
PRODI :
AGROTEKNOLOGI IV
FAKULTAS
PERTANIAN, PERIKANAN DAN BIOLOGI
UNIVERSITAS
NEGERI BANGKA BELITUNG
BALUNIJUK
2011
I.
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Sayuran berdaun merupakan hal yang dibutuhkan oleh manusia,
karena banyak mengandung vitamin dan berserat tinggi. Namun karena yang
dibutuhkan dalam bentuk daun yang segar itu tidak mudah karena sayuran daun
sepat mengalami kelayuan akibat adanya proses transpirasi atau penguapan air
yang tinggi melalui bukaan-bukaan alami seperti stomata.
Tingginya kandungan air produk menyebabkan tekanan uap air
dalam produk selalu dalam keadaan tinggi dan bila kelembaban udara atau tekanan
uap air di udara rendah maka akan terjadi defisit tekanan uap air yang
menyebabkan perpindahan air dari dalam produk ke udara sekitarnya (Wills et
al., 1998). Bila sebaliknya, tekanan uap air di luar lingkungan produk lebih
tingg,i maka akan terjadi pergerakan air dari luar ke dalam produk (Hardenberg
et al., 1986). Sangat memungkinkan untuk mendifusikan air ke dalam produk
semaksimal mungkin untuk menyegarkan kembali dengan mengatur tekanan air serta
mengendalikan mekanisme membuka dan menutupnya bukaan alami, dimana proses
penyegaran ini dikenal dengan crisping (PMA, 1988).
Salah satu penyebab terjadinya pelayuan adalah karena adanya
proses transpirasi atau penguapan air yang tinggi melalui bukaan-bukaan alami
seperti stomata, hidatoda dan lentisel yang tersedia pada permukaan dari produk
sayuran daun tersebut. Kadar air (85-98%) dan rasio antara luas permukaan
dengan berat yang tinggi dari produk memungkinkan laju penguapan air
berlangsung tinggi sehingga proses pelayuan dapat terjadi dengan cepat (Van Den
Berg dan Lenz, 1973). Selain faktor internal produk, faktor eksternal seperti
suhu, kelembaban serta kecepatan aliran udara berpengaruh terhadap kecepatan
pelayuan. Mekanisme membuka dan menutupnya bukaan-bukaan alami pada permukaan
produk seperti stomata dipengaruhi oleh suhu dari produk. Pada kondisi dimana
suhu produk relatif tinggi maka bukaan-buakaan alami cenderung membuka dan
sebaliknya pada keadaan suhunya relatif rendah maka buakaan alami mengalami
penutupan (Kays, 1991).
1.2. Tujuan
Meningkatkan pemahaman kegunaan proses crisping dalam
meningkatkan mutu fisik kesegaran dan mutu kesegaran produk sayuran berdaun di
banding dengan tanpa proses tersebut.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Produk pascapanen hortikultura berupa sayuran daun segar
sangat diperlukan oleh tubuh manusia sebagai sumber vitamin dan mineral namun
sangat mudah mengalami kemunduran yang dicirikan oleh terjadinya proses
pelayuan yang cepat (Ness dan Powles, 1996; Salunkhe et al., 1974).
Efektifitas crisping untuk memperbaiki vigoritas dan
kesegaran dengan cara mencelupkan ke dalam air hangat dengan ragam suhu 300C
-500C dan lama perendaman 1-7 menit spesifik terhadap jenis produk yang erat
kaitannya dengan struktur fisik-morfologisnya. Secara umum proses crisping sayuran
selada kriting, kangkung, bawang prei dan sawi cina dengan pencelupan ke dalam
air panas 300 C 400 C efektif untuk penyegaran kembali dilihat dari mutu warna,
tekstur dan mutu visual secara keseluruhan, namun efektifitas optimum dari lama
pencelupannya tergantung pada jenis produk sayurannya. Proses crisping dengan
menggunakan suhu perendaman 500 C tidak efektif dan justru berakibat pada
penurunan mutu.
Proses crisping dengan suhu perendaman 300C dan 400C selama
1-3 menit terhadap selada kriting dan bawang prei cukup efektif memberikan
pengaruh penyegaran mutu, dan adanya peningkatan lama perendaman cenderung
tidak memberikan efek penyegaran berarti. Pada kangkung dan sawi cina,
perendaman pada suhu 300C dan 400C selama 7 menit (Supartha,2007).
Menurut Story & Simons (1989), secara umum suhu 450C
adalah suhu maksimum kritis bagi produk hortikultura karena mulai pada suhu
tersebut produk sangat mengalami kemunduran dimana laju respirasi turun drastis
dan cenderung menuju pada pelayuan dan kematian bila suhu ditingkatkan.
Dengan karateristik morfologinya, bawang prei dan sawi cina
yang telah meningkat suhunya sulit untuk didinginkan dengan cepat sehingga
proses respirasi dan transpirasi masih berlangsung tinggi yang berakibat pada
penurunan bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang hanya dicelup
pada suhu 300C. Suhu yang tinggi pada bagian tengah produk, sebagai akibat
tidak dilakukan pendinginan yang cepat sebelum dilakukan penyimpanan dalam
ruang berpendingin atau pre-cooling, menyebabkan laju respirasi dan transpirasi
yang tinggi (Shewfelt, 1990).
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode
pengeringan oven (Cantwell, 2001). Perhitungan kadar air dilakukan dengan
formula berikut:
Wa – Wb
KA (%) = —————— x 100%
Wa
Keterangan : KA = Kadar Air (% bb)
Wa = Berat sebelum oven
Wb = Berat akhir setelah oven
Perubahan bobot akibat crisping
dihitung berdasarkan berat awal produk setelah mengalami penyimpanan yaitu saat
produk menunjukkan gejala pelayuan pertama sebelum crisping dan dibandingkan dengan produk yang telah
mengalami crisping yaitu setelah 1 hari penempatannya pada suhu pemajangan
(100C±20C).
III.
METODE PRAKTIKUM
Ø
Bahan
dan Alat
·
Bahan
ü Jenis sayuran daun
ü Air dengan suhu 300C,400 C,500C
ü Tali rafia
·
Alat
ü Baskom
ü Thermometer
ü Timer
ü Ruang pendingin
ü pisau
Ø Langkah Kerja
·
Tentukan dua jenis sayuran bahan
praktikum sesuai dengan kriteria layu diatas.
·
2. Potong atau pangkas bagian daun bahan yang rusak fisik, layu fisiologis, dan busuk.
·
3. Tentukan jumlah sampel untuk seitap
unit, percoabaan dan setiap unit percobaan
diikat dengan tali rafia (bukan karet).
·
4.
Siapkan air hangat dengan menggunakan
waterbart dan suhu air diatur terpisah berturut-turut dengan suhu 300C,400
C,500C.
·
5.
Celupkan sayuran bahan percobaan
dengan waktu berbeda yaitu 1,3,5 menit
·
6.
Siapkan kontrol yaitu sayuran tanpa dicelup kedalam air hangat di atas.
·
7.
Tempatkan sayuran yang telah di
celupkan di atas secepatnya ke dalam kulkas pada bagian chiller dengan perkiraan suhu
± 50 C
·
8.
Simpan sayuran bahan percobaan
tersebut di dalam kulkas selama semalam atau 24 jam.
·
9.
Setelah penyimpanan dalam kulkas di atas, amati mutu secara subjektif meliputi, warna,tekstur dan
kenampakan visual secara keseluruhan dengan menggunakan kriteria dan skala
numerik, pada tabel pada fariabel pengamantan. Pengamatan secara objektif dilakukan terhadap bobot sayuran sebelum dan sesudah crisping.
Ø Pengamatan
Pengamatan terhadap kondisi
fisik visual sayuran bahan percobaan secara subjectif dilakukan sebelum dan
sesudah proses crisping diatas dengan menggunakan kriteria, deskripsi, dan
skala numeric pada tabel dibawah ini:
Pengamatan
perubahan bobot sauran dari sebelum dan sesudah crisping dilakukan dengan
menggunakan timbangan, formula dibawah ini digunakan untuk mencari persentase
perubahan bobot.
PB (%) = Bb-Ba
X 100%
Ba
Dimana:
PB:
perubahan Bobot (%)
Ba: Bobot
sebelum crisping
Bb: bobot
setelah crisping
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil
IV.2. Pembahasan
Proses crisping sangatlah berpengaruh
besar terhadap tingkat kelayuan produk hortikultura (sayuran). Hal ini tampak
pada hasil praktikum
bahwa pengaruh suhu dan waktu perendaman dapat mempengaruhi besar kecilnya
tingkat kelayuan yang terjadi pada sayuran. Dalam praktikum ini perlakuan yang terendah adalah
perlakuan 300C, hal ini cukup wajar karena perlakuan 300C adalah perlakuan yang dengan adanya penambahan suhu dan lama
perendaman sehingga kondisinya adalah biasa disebut dengan cukup kondisi stabil (biasa). Dari hasil praktikum di dapat suatu data yang
mennyatakan bahwa perlakuan yang paling efektif adalah perlakuan menggunakan
perlakuan 400C dengan lama perendaman selama satu menit dan dua
menit. Dibanding dengan perlakuan 500C yang mendapatkan hasil yang
sama.
Dari ketentuan di atas dapat di
simpulkan suatu gagasan bahwa perlakuan yang benar dan efisien adalah perlakuan
yang menggunakan perlakuan 400C. perlakuan ini adalah perlakuan yang
sangat baik untuk kelanjutan proses crisping. Disamping itu perlakuan ini
merupakan perlakuan yang sudah optimum, karena semakin tinggi perlakuan yang
diberikan, maka akan mengakibatkan penurunan tingkat kelayuan dan bahkan dapat
mempercepat tingkat kelayuan.
Pada proses crisping suatu hal yang
berbeda yang dapat diketahui yang sangat terlihat adalah terjadinya perubahan
fisik (perubahan yang nampak),yaitu tingkat kelayuan yang terjadi pada sayuran
yang dilakukan proses crisping kemudian juga adanya perubahan warna sayuran
yang tejadi,hal ini terlihat perbedaan yang terjadi pada data di atas bahwa
pada beberapa perlakuan ada perbedaan antar perlakuan kontrol,300C,400C,dan
500C.
Pada proses di atas terjadi adanya fenomena yang terjadi
pada saat proses crisping,proses yang terjadi adalah terjadinya tekanan uap air
di luar lingkungan produk lebih tinggi,maka terjadi pergerakan air dari luar ke
dalam produk. Sehingga banyak kemungkinan apabila suhu pada di luar produk di
tingkatkan maka akan mendifusi air ke dalam produk semaksimal mungkin yang
bertujuan untuk menyegarkan kembali dengan mengatur tekanan air serta
mengendalikan mekanisme membuka dan menutupnya bukaan alami. Dengan demikian kita bisa menekan adanya
proses pelayuan yang terjadi pada komoditi pertanian khususnya sayur-sayuran.
Pada praktikum kali ini di lakukan
perlakuan yang di lakukan diantaranya adalah dengan perlakuan kontrol yaitu
tanpa adanya perlakuan suhu waktu perendaman , kemudia ada perlakuan dilakukan
perendaman dengan suhu dan waktu yang berbeda-beda yaitu dengan perlakuan 300C,400C,dan
500C dengan waktu yang berbeda yaitu 1, 3, dan 5 menit. Disini
terjadi suatu perbedaan yany terjadi. Hal ini membuktikan bahwa dengan
menggunakan suhu yang berbeda-beda dan juga waktu yang berbeda pula maka
terjadi perubahan. Untuk suhu sendiri pada suhu 300C dan pada waktu
satu menit mendapatkan hasil yang cukup memuaskan yang terjadi adalah dengan
hasil yang cukup tinggi dan masih dalam kategori sayuran yang segar, warna
masih tampak hijau,hal ini terlihat sangat berbeda dari perlakuan kontrol,yang
hanya mendapat poin dengan kategori warna hijau namun tekstur mengalami
kemunduran dan pada tingkat kelayuan mengalami kelayuan yang dikategorikan agak
layu,dan kualitasnya yaitu biasa saja tidak di kategorikan sebasgai kategori
terbaik.
Namun pada perlakuan suhu 400C,dan 500C
dengan waktu yang sama yaitu 1 menit mendapatkan hasil yang sama bagusnya. Hal
ini mungkin di akibatkan oleh daya tahan tubuh sayuran antara perlakuan satu
dengan yang lainnya mengalami perbedaan,sehingga hasil yang didapat bisa sama.
Dari hal tersebut dapat diambil suatu gagasan yang mana pada perlakuan 400C
merupakan perlakuan yang cukup efektif dari pada perlakuan lainnya, karena hal
ini merupakan hal yang optimum dari semua perlakuan, itu terlihat dari hasil
yang telah diperoleh pada suhu 400 C dengan waktu 1 menit merupakan
perlakuan yang optimum, sebab apabila perlakuan di tingkatkan lagi ternyata
masih tetap mendapatkan hasil yang sama. Pada perlakuan suhu 500C
malah mendapatkan hasil yang yang menurun dibanding perlakuan lainnya.
Efektifitas crisping untuk
memperbaiki vigoritas dan kesegaran dengan cara mencelupkan ke dalam air hangat
dengan ragam suhu 300C -500C dan lama perendaman 1-7 menit
spesifik terhadap jenis produk yang erat kaitannya dengan struktur
fisik-morfologisnya. Secara umum proses crisping sayuran selada kriting,
kangkung, bawang prei dan sawi cina dengan pencelupan ke dalam air panas 300
C 400 C efektif untuk penyegaran kembali dilihat dari mutu
warna, tekstur dan mutu visual secara keseluruhan, namun efektifitas optimum
dari lama pencelupannya tergantung pada jenis produk sayurannya.
Proses crisping dengan menggunakan
suhu perendaman 500 C tidak efektif dan justru berakibat pada
penurunan mutu. Proses crisping dengan suhu perendaman 300C dan 400C
selama 1-3 menit terhadap selada kriting dan bawang prei cukup efektif
memberikan pengaruh penyegaran mutu, dan adanya peningkatan lama perendaman
cenderung tidak memberikan efek penyegaran berarti. Pada kangkung dan sawi
cina, perendaman pada suhu 300C dan 400C selama 7 menit
(Supartha,2007).
V.
KESIMPULAN
1.
Penggunaan
cara crisping terbukti bahwa dapat meminimalisir adanya tingkat pelayuan akibat
trasnspirasi tinggi. Karena sayuran yang telah di crisping kandungan airnya
dapat meningkat kembali.
2.
Untuk
melakukan proses crisping penggunaan perlakuan yang efektif adalah menggunakan
perlakuan dengan suhu 300C dan 400C karena terbukti lebih
efektif dan lebih efisien dan juga sudah terbukti dari sumber pustaka lain juga
berpendapat sama,namun perbedaannya hanya waktu perendaman saja.
3.
Perubahan
bobot akibat crisping dihitung berdasarkan berat awal produk setelah mengalami
penyimpanan yaitu saat produk menunjukkan gejala pelayuan pertama sebelum crisping dan dibandingkan
dengan produk yang telah mengalami crisping yaitu setelah 1 hari penempatannya
pada suhu pemajangan.
DAFTAR PUSTAKA
Cantwell, M. & A. Thangaiah.
2001. Delays to cool affect visual quality, firmness and gloss of bell peppers
and eggplants. Perishables Handling Quarterly, August 2001, Issue No. 107.
Hardenberg, R. E., A. E. Watada,
& C.Y. Wang. 1986. The Commercial Storage of Fruits, Vegetables, Florist
and Nursery Stocks. USDA Agric. Handbook No. 66. USDA Washington.
Kader, A.A. 2002. Postharvest
Technology of Horticultural Crops. 3rd Edition. University of California. Div.
of Agriculture and Natural Resources, California
Kays, S. J. 1991. Postharvest
Physiology of Perishable Plant Products. An AVI Book, NY
Ness, A. R. and Powles, J. W. 1996.
Does eating fruit and vegetables protect against heart attack and stroke? Chem.
Industry (Oct): 792- 794.
PMA-Produce Marketing Association.
1988. Retail Produce Training Program. Silverweig Association, Inc &
Produce Marketing Association, Inc. New York.
Story, A. & D. Simons. 1989.
A.U.F. Fresh Produce Manual – Handling and Storage Practices for Fresh Produce.
2nd Ed. Australian United Fresh Fruit and Vegetable Association Ltd., Fitzroy,
Vic.
Supartha ,2007.Pengaruh Suhu Air dan
Lama Waktu Perendaman Beberapa Jenis Sayuran Daun pada Proses Crisping.
Denpasar
Van Den Berg, L. & C.P. Lenz.
1973. High humidity storage of carrots, parsnips, rutabagas and cabbage. J. Am.
Soc. Hort. Sci. 98: 129-132.
Wills, R.B.H., B. McGlasson, D.
Graham, & D. Joyce. 1998. Postharvest: An Introduction to the Physiology
and Handling of Fruit, Vegetables and Ornamentals. 4th Ed, University of New
South
Tidak ada komentar:
Posting Komentar